Buku antologi cerita pendek Merayakan Kematian ini berisi sebelas cerpen tentang dua gagasan besar. Pertama, adalah kritik terhadap dinamika politik dan kekuasaan di Indonesia. Sebagian besar sisanya adalah refleksi Takin terhadap eksistensi manusia dan segala tragedi di dalamnya. Dalam cerpen Do’a Sebatang Kayu, Kado Terakhir, dan Nasihat untuk Sarkam, Takin secara berturut-turut mengungkapkan kritiknya terhadap sistem hukum dan politik yang seringkali justru menimbulkan masalah bagi masyarakat umum. Dalam Do’a Sebatang Kayu Takin bercerita bagaimana sistem hukum di negeri ini yang belum mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat umum.
Sedangkan cerpen yang berjudul Kado Terakhir merefleksikan kepada pembaca bahwa penguasa seringkali menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentinga-kepentingan dirinya, atau sekelompok orang tertentu, sebut saja, oligarki. Kisah tentang upaya-upaya memisahkan masyarakat dari tanah adatnya demi kepentingan ekonomi sebagian orang memang terlampau sering kita dengar di negeri ini. Tak terlepas juga di wilayah tempat kami tinggal, Banten. Nasihat untuk Sarkam bicara soal paradoks wakil rakyat yang, kita semua tahu, tidak sebenar-benarnya mewaliki rakyat. Dari tiga cerpen ini, kalau kita sepakat dengan istilahnya Gie, kita bisa mengatakan bahwa Takin merupakan orang-orang yang “melipir-melipir” di persimpangan kiri jalan.
Ulasan
Belum ada ulasan.