Siapakah yang benar-benar bisa membaca manusia dengan penuh seluruh? Itu pertanyaan yang sulit dijawab. Seperti halnya tokoh Haji Syukur dalam cerpen Tuhan, Izinkan Aku Mencuri karya Halimatus Sa’diah dalam buku Oase ini. Selintasjika mendengar kata atau nama haji, ekspektasi kita akan terbang pada sosok yang saleh, taat beribadah dan suka menolong, karena ia pernah bertamu ke rumah Allah (baitullah), dan dengan demikian seharusnya ia lebih dekat kepada Allah dan mencintai sesama manusia, terutama mereka yang sedang butuh pertolongan.
Tapi sayang, ekspektasi tak selalu searah dengan realitas. Dan itu terjadi pada cerpen Tuhan, Izinkan Aku Mencuri. Haji Syukur, yang sudah berkali-kali naik haji dan umrah, bersedia meminjamkan uang kepada Abu si tokoh utama—anak Abu harus berobat—dengan syarat uang yang dipinjamnya itu berbunga dan hal itu tak boleh disebarkan kepada masyarakat sekitar. Abu menolak dan memilih jalan lain, yakni “meminjam” uang Haji Syukur tanpa sepengetahuannya, namun dalam hatinya ia berjanji, setelah honornya cair ia akan mengembalikannya. Ironisnya, saat ia hendak mengembalikan uang “pinjaman” itu, dan mengakui kesalahannya dan meminta maaf, Haji Syukur sudah meninggal. Ini situasi yang rumit. Siapakah yang salah? Atau siapakah yang benar? Entahlah. Tugas penulis melalui karya sastra bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memperlihatkan sebuah kondisi yang dialami para tokoh dari pelbagai sisi kemanusiannya.
Dua cerpen yang dibahas di atas hanya sebagian dari keseluruhan cerita yang tercantum dalam antologi Oase ini. Masih banyak karakter-karakter tokoh yang bisa kita temui pada cerpen-cerpen yang lainnya dengan konflik yang berbeda-beda, yang tentunya akan membuat kita berpikir kembali tentang manusia dan hakikat kemanusiannya.
Ulasan
Belum ada ulasan.